Pada penderita sleep apnea, jaringan lunak di bagian belakang tenggorokan menghambat saluran napas atas saat tidur. Hal ini menyebabkan jeda dalam bernafas dan gejala tidur lainnya seperti mendengus, terengah-engah dan mendengkur.
Dalam riset terbarunya, peneliti dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat melakukan survei terhadap 9.700 orang dewasa Amerika. Hasilnya menunjukkan, ada sekitar 6 persen pria dan 3 persen wanita mengaku telah didiagnosis dengan sleep apnea.
Kajian tersebut juga menemukan bahwa gejala gangguan tidur sleep apnea memiliki keterkaitan dengan perkembangan gejala depresi, termasuk perasaan seperti kegagalan dan perasaan putus asa. Peneliti mencatat, hubungan antara keduanya tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti berat badan, jenis kelamin, usia, atau ras. Temuan dipublikasikan pada edisi April 2012 dalam journal Sleep.
"Kami berharap orang-orang dengan gangguan tidur pernapasan untuk melaporkan masalah tidur mereka. Mereka umumnya akan merasa cepat lelah dan memiliki sedikit energi, tapi bukan gejala lain seperti perasaan putus asa," kata pemimpin penelitian, Anne Wheaton yang juga seorang ahli epidemiologi dari CDC.
Peneliti menegaskan, meskipun studi ini menemukan hubungan antara sleep apnea obstruktif dan depresi, hal itu tidak membuktikan adanya hubungan sebab-akibat.
CARA MUDAH BERBISNIS TIKET PESAWAT
Selasa, 03 April 2012
Orang Ngorok Ternyata Rentan Depresi
Sumber : healthdaynews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar