Layanan Tiket Pesawat Murah, Booking dan Cetak Sendiri Tiketnya

CARA MUDAH BERBISNIS TIKET PESAWAT

Apakah anda sudah siap untuk Bergabung??

Bergabung? silahkan klik disini

Kamis, 26 Januari 2012

Partai Demokrat dilanda tsunami politik. Betulkah ada desakan Anas turun dari pucuk.

Nazaruddin (kiri) bersama Anas Urbaningrum (kanan)

Sepekan belakangan, barangkali Demokrat menjadi partai yang paling sering menggelar rapat. Rabu, 25 Januari 2011, petinggi partai itu bertemu di kantor pusat di Rawamangun, Jakarta Timur. Hadir di situ pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Ada Ketua Umum Anas Urbaningrum, Sekjen Edhie Bhaskoro, Ramadhan Pohan, Johny Allen dan sejumlah pengurus.


Rapat itu digelar ditengah kabar yang merebak sepanjang siang kemarin bahwa Anas bakal mundur dari pucuk partai itu. Bahkan beredar pula sejumlah nama penganti. Dan rapat di Rawamangun itu membahas soal ini. Benarkah begitu.

Dengarlah keterangan Wakil Ketua Umum, Max Sopacua berikut ini.  Rapat itu, katanya, berbicara soal kordinasi, sudah rutin dan membahas sejumlah soal internal. Dia melanjutkan bahwa rapat ini juga membahas kelemahan partai, termasuk kasus yang belakangan ini menerpa sang ketua umum. Meski, lanjut Max, rapat itu, "Tidak secara deteil membahas Anas."

Sehari sebelumnya, Selasa malam, 24 Januari 2012, Susilo Bambang Yudhoyono memanggil sejumlah petinggi partai itu ke Cikeas. Ke rumah pribadi SBY. Kalau yang di Rawamangun itu rapat pengurus pusat, yang di Cikeas itu rapat dewan pembina.

Peserta rapat di Cikeas itu semua anggota Dewan Pembina dan anggota Dewan Kehormatan. Partai Demokrat memang memiliki beberapa unit partai. Di luar pengurus DPP, ada juga Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan. Dua dewan yang terakhir itu dipimpin SBY. Anggota umumnya para sesepuh.

Selain sejumlah soal internal, yang dibahas di Cikeas Selasa malam itu, juga tidak jauh-jauh dari urusan yang belakangan ini membetot publik. Kasus Nazaruddin. Salah satu agenda rapat itu, kata Max, adalah membahas kasus yang juga membelit Anas Urbaningrum.

Partai Demokrat, yang selama masa kampanye 2009 sohor dengan jingle iklan "Katakan Tidak Pada Korupsi" itu, memang  sedang dirundung kasus korupsi. Bendahara Umum partai itu, Muhammad Nazaruddin, kini duduk di kursi pesakitan dalam kasus suap Wisma Atlet di Palembang. Nazaruddin sudah dipecat.

Tapi nyanyian Nazaruddin menyeret sejumlah petinggi partai dalam pusaran kasus ini. Sejumlah pengurus partai dan Anas Urbaningrum. Nazaruddin bahkan mendesak SBY segera memecat Anas dari ketua umum.

Anas membantah keras semua tuduhan itu dan menyebutkan bahwa semua nyanyian Nazaruddin itu ada dirigennya. ( Baca wawancara vivanews.com dengan Anas di sini)

Setelah kasus ini bergulir ke pengadilan, nama Anas dan sejumlah petinggi Demokrat kian nyaring disebut.  Dan bukan cuma Nazaruddin, sejumlah petinggi di perusahaan Nazaruddin yang dihadirkan sebagai saksi juga berkali-kali menyebut nama beberapa petinggi partai itu.

Dalam persidangan yang digelar Rabu, 25 Januari 2012, mantan Wakil Direktur  Keuangan PT Permai Group, Yulianis,  menyebut soal aliran dana ke kongres partai itu di Bandung pertengahan tahun lalu. Permai Group adalah perusahaan milik Nazaruddin.

Bagaimana modus aliran dana ke Kongres itu? Yulianis mengisahkannya dalam persidangan. Ketika itu, katanya, Mindo Rosa Manulang berperan sebagai pengusaha. Mindo adalah juga bawahan Nazaruddin di perusahaannya. Dia juga sudah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Dengan berperan sebagai pengusaha itu, kisah Yulianis, "Bu Rosa menyumbang kepada Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng." Berapa jumlah uang yang disumbangkan?  Menurut catatan Yulianis, saat itu Rosa mengajukan anggaran sejumlah Rp100 juta untuk Anas dan Rp150 juta untuk Andi. Tuduhan yang sama pernah disampaikan Mindo Rosa Manulang ketika hadir sebagai saksi atas Nazaruddin.

Andi Mallarangeng sudah membantah keras. "Tuduhan itu sama sekali tidak benar,"katanya. Andi menegaskan bahwa dia bersih dalam kasus itu. Itu sebabnya dia bersedia diperiksa KPK guna membuka tuntas kasus ini.

Yang paling sering disebut Nazaruddin dalam berbagai keterangan dan persidangan adalah Anas Urbaningrum. Beberapa waktu lalu, misalnya, Nazaruddin mengisahkan soal Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Keuntungan proyek itu, katanya, digunakan untuk membeli mobil Toyota Alphard bagi Anas Urbaningrum.

"Waktu itu di rapat, dia (Anas) bilang 'Proyek yang PLTS nanti tolong ya belikan mobil Alphard satu.' Buktinya ada. Nanti saya kasih," kata Nazaruddin ketika menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Timas Ginting, pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Rabu 18 Januari 2012 lalu.

Namun majelis hakim yang diketuai Herdi Agustein saat itu tidak memperdalam pengakuan Nazar. Nazaruddin pun Nazaruddin tidak menunjukkan bukti kepada majelis hakim bahwa keuntungan proyek PLTS dibelikan mobil mewah untuk Anas, meski ia mengaku menyimpan buktinya.

Tak hanya itu, Nazar pun menuding Anas menerima fee dari proyek PLTS sebesar Rp80 miliar. "Jumlahnya sekitar hampir Rp80 miliar. Ini fee dari proyek sebesar Rp2,2 triliun," kata Nazar di persidangan yang sama. Nazar juga mengklaim memiliki bukti penerimaan uang tersebut.

Menurut Nazar, salah satu stafnya, Mila pernah mengirim pesan berisi konfirmasi bahwa uang itu telah diserahkan kepada Anas. "Di BlackBerry yang disita KPK, ada BBM (BlackBerry Messenger) dari Bu Mila bilang 'Pak, uangnya sudah diserahkan kepada Anas Urbaningrum,'" kata Nazar.

Nazar bahkan meminta Anas mengakui seluruh perbuatannya ke KPK. "Mau saya lihat Anas datang ke kantor KPK untuk mengaku. Biar menjadi contoh pemimpin di republik ini. Kan belum ada contoh pemimpin republik ini yang mengakui korupsi. Coba Anas menjadi teladan seperti itu," kata Nazar.

Anas sendiri sudah berkali-kali membantah tudingan Nazar terkait keterlibatannya dalam sejumlah proyek itu, termasuk penerimaan uang sebagai biaya pemenangan dirinya dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun 2010. "Saya dengan tegas mengatakan, apa yang disampaikan itu (Nazar) bukan keterangan atau pun penjelasan. Yang disampaikan itu karangan dan kebohongan," kata Anas.

Dalam wawancara dengan VIVAnews.com, Juli 2011 lalu, Anas menegaskan bahwa ada perubahan yang sangat mendasar dalam sikap dan keterangan Nazaruddin. Saat itu Anas menegaskan bahwa dia mendapat informasi dari Amir Syamsuddin--Sekretaris Dewan Kehormatan yang memeriksa Nazaruddin --bahwa Nazaruddin memang memberi uang kepada sejumlah orang.

Ketika diperiksa Badan Kehormatan, Nazaruddin menyebut nama-nama penerima uang itu. Tapi kata Anas, "Nama saya tidak disebutkan dalam pemeriksaan itu." Tapi dalam perkembangannya kemudian, lanjut Anas, ada koreksi. "Yang lain-lain tidak disebut, kemudian mengerucut ke nama saya."

Soal Alphard yang disebutkan Nazaruddin itu, Anas juga sudah menjelaskannya.  "Tidak baik kalau saya mengatakan bahwa mobil Toyota Alphard itu pinjaman dari sabahat," kata Anas.

Tsunami Politik Partai Demokrat

Partai Demokrat sedang dilanda tsunami besar. Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie. Marzuki yang juga Ketua DPR itu menegaskan bahwa setiap kader diharapkan berupaya menyelamatkan partai agar tidak pecah.

Belum jelas memang, apakah tsunami yang disebut Marzuki itu bisa menimbulkan perpecahan di partai ini. Tapi Marzuki menegaskan bahwa, "Semua sepakat partai harus diselamatkan karena hasil pooling, PD semakin terpuruk yang tidak berkorelasi dengan popularitas dan dukungan terhadap SBY. Intinya PD harus selamat dari tsunami yang saat ini menyerang," kata Marzuki dalam rilis yang diterima wartawan, Rabu 25 Januari 2012.

Dia juga menegaskan bahwa jika SBY meragukan kepemimpinannya,  maka Marzuki siap mundur. "Kalau memang ada kegalauan SBY tentang kepemimpinan saya, maka saya pun akan mundur dari Ketua DPR. Itulah komitmen pengabdian saya tanpa reserve," kata Marzuki.

"Saya tidak pernah meminta jabatan, saya juga mundur sebagai sekjen bukan karena SBY minta mundur, tapi saya membaca raut muka, kegalauan hati beliau. Saya tidak mau jadi orang yang dimasalahkan maka saya dengan ikhlas mengundurkan diri," kata dia.

Belum bisa ditebak memang, apa yang menyebabkan Marzuki Alie, tokoh senior partai dan mantan Sekjen itu berbicara segamblang itu. Hanya saja sejumlah tokoh senior partai itu mengakui bahwa partai yang dua kali sukses mengusung SBY ke kursi presiden itu memang dalam situasi yang sulit. Sepanjang Rabu kemarin, isu mundurnya Anas Urbaningrum beredar kencang. Kabar ini lalu dibantah keras sejumlah pengurus Demokrat.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengakui, saat ini Demokrat menghadapi situasi sulit bersama ketua umum mereka, Anas Urbaningrum. "Oleh karena itu, masalah nonaktif, masalah mundur, kami serahkan kepada Pak Anas," kata Hayono, Rabu 25 Januari 2012.

Hayono mengatakan, Partai Demokrat tetap berada di belakang Anas karena secara hukum Anas belum dinyatakan bersalah. "Partai Demokrat hormati proses hukum. Untuk saat ini, kami serahkan pemikiran (soal pengunduran diri Anas) dan langkah-langkah ke depan yang harus dilakukan oleh partai, kepada Anas," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR itu.

Namun ketika ditanya apakah dirinya sempat menyarankan agar Anas lebih baik nonaktif dari posisinya sebagai ketua umum partai, Hayono tak menampiknya. "Mungkin. Itu pilihan yang kami serahkan kepada Anas. Keputusan itu kami serahkan ke ketua umum, apa amanah yang terbaik. Saya yakin beliau sudah lakukan pertimbangan," tutur Hayono.

Menurut Hayono, situasi Demokrat saat ini menjadi lebih sulit karena berdasarkan berbagai survei terbaru, elektabilitas partai ini berada di bawah PDIP dan Golkar, meski popularitas SBY sendiri masih cukup tinggi. "Ini situasinya. Kami ingin masalah ini juga dipertimbangkan Ketua Umum," kata Hayono.

Ia lantas menyinggung hasil berbagai survei kredibel yang menyatakan elektabilitas Partai Demokrat sejak Juni 2011 menurun karena kasus Nazaruddin. "Ini memang berdampak buruk kepada partai," ujar Hayono. "Tentu itu jadi pertimbangan bagi ketua umum, apa langkah-langkah ke depan yang terbaik bagi kehormatan Mas Anas sebagai politisi maupun citra partai," imbuhnya.

Hayono juga mengakui, Demokrat harus mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk apabila Anas ditetapkan menjadi tersangka dan selanjutnya diputus bersalah oleh pengadilan. "Ini tentu harus diantisipasi. Tapi tidak boleh kita bicara KLB (Kongres Luar Biasa) dan menurunkan Anas Urbaningrum, karena tidak ada dasar hukumnya," kata dia.

Saat ditanya apakah itu artinya Demokrat memberi sinyal kepada Anas untuk mengundurkan diri dari jabatannya selaku ketua umum partai dengan kesadaran pribadi, Hayono memberi jawaban diplomatis "Kami menganggap Anas sebagai ketua umum sudah matang dan tak akan diintimidasi oleh siapapun," kata Hayono.

Meski cuma disebut sebagai "hembusan angin malam", sepanjang Rabu kemarin beredar pula kabar bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Djoko Suyanto disebut-sebutu sebagai sosok yang tepat untuk menggantikan Anas. Kabar yang dibantah keras oleh Djoko sendiri. "Nggak ada itu," kata Djoko di Kantor Presiden, Rabu 25 Januari 2012.

Adalah Wakil Ketua Umum Partai Demokrat sendiri, Max Sopacua, yang menyampaikan kepada wartawan soal Djoko itu. Menurutnya, berkembang opini di internal Demokrat untuk mengganti Anas dengan Djoko.

Namun Marzuki Alie membantahnya. Ia menegaskan, tidak ada perpecahan dan rivalitas  di tubuh partainya. Marzuki mengatakan, semua kader Demokrat tetap mendukung hasil Kongres Demokrat 2010 lalu yang menetapkan Anas sebagai ketua umum partai. "Tidak ada dukung-mendukung. Anas adalah kader Partai Demokrat. Semua sayang dengan Anas," kata dia.

• VIVAnews

Tidak ada komentar: